Rabu, 13 Maret 2013

Rabu, 13 Maret 2013

Saya PKS dan Saya Bahagia…

 Oleh : Umi Kulsum | Kompasiana
(Seorang Ibu, Guru dan Pembelajar)
Gak penting-penting amat, sebenarnya. Tapi saya ingin menyampaikannya. Nah, mari mulai.

Saya PKS. Suami saya pun juga. Anak-anak saya sering ikut aksi damai, mulai dari peringatan hari Ibu, aksi damai Palestine, dan lain-lain. Anak-anak saya juga sering ikut kajian bersama-sama. Bertemu dengan anak-anak kecil lain. Mereka bermain, kami orang tuanya menimba ilmu. Ada satu dua tiga empat bapak/ibu atau para akhwat yang menjaga anak-anak. Sukarela saja. Saling membantu dan meringankan. Ada yang menangis, maka sebagian akan membantu menenangkan. Terjadi begitu saja. Mengalir dengan indah.

Saya PKS. Suami saya juga. Sejak kapan? Sejak sebelum PKS lahir. Karena PKS cuma nama, cuma bentuk. Inti gerakannya sama: berbenah diri, mengembangkan kapasitas pribadi dan keluarga. Lalu sama-sama bergerak di masyarakat. Melakukan yang kami bisa. Membenahi yang kami mampu. Tentu tetap sambil membenahi diri. Karena kami kumpulan manusia. Yang bisa bersemangat suatu waktu, dan loyo diwaktu lain. Kami bisa merasa sempit di satu kesempatan, dan sangat lapang di kesempatan lain. Saat loyo, maka ada teman-teman yang menyemangati. Tidak selalu lewat nasehat verbal. Sering kali nasehat yang didapat justru nasehat lain: ada contoh kesabaran dari satu orang. Contoh kesedrhanaan dari orang lain. Contoh kekokohan hati dari lain lagi. Mengalir begitu saja. Dengan indah, tentunya.

Saya PKS. Suami saya juga. Dapat apa? Harta? Oh, tidak. Kami masing-masing bekerja. Dan memang itulah yang diajarkan. Kami harus bekerja, berbuat. Lakukan yang maslahat. Agar banyak memberi manfaat. Kerja itu ibadah. Bermain bersama anak-anak itu ibadah. Membahagiakan orang tua itu ibadah. Bercengkrama bersama suami itu ibadah. Menuntut ilmu itu ibadah. Membuang sampah pada tempatnya itu ibadah. Meringankan kesulitan orang lain itu ibadah. Bersikap ramah itu ibadah. Berkata-kata baik itu ibadah. Tersenyum itu ibadah. Mengalir begitu saja, dengan indah.

Saya PKS. Asli, kader tulen. Ketika saya mengadu karena sakit hati, maka saya didorong untuk memaafkan. Ketika menceritakan keburukan kata-kata orang lain, maka saya diminta untuk berlapang dada dan mendoakan. Satu dua tiga empat (bahkan berkali-kali) kesalahan saya buat. Dan selalu (alhamdulillah) ada tangan-tangan yang menjawil. Ada yang bergerak mengingatkan. Membuat kesadaran muncul, dan kembali lagi. Begitu terus. Ada kesepakatan tak tertulis antar kader: bahwa nasehat menasehati harus menjadi kebiasaan, karena dakwahlah panglima kami. Mengalir begitu saja, dengan indah.

Saya PKS, asli. Tulen. Tidak selalu hubungan antar kader mulus dan tenang. Karena kami kumpulan manusia, dengan emosi yang normal ala manusia. Tak satupun dari kami mengaku atau merasa malaikat. Konflik itu selalu muncul, dimana saja, kapan saja. Irama penyelesaiannya nyaris sama: jika sangat gawat, maka musyawarah harus dikedepankan. Jika ringan, maka melapangkan dada adalah satu-satunya pilihan. Tidak meributkan konflik, kami memilih bergerak memikirkan kerja. Proyek kebaikan apakah yang harus dikerjakan sekarang? Jika sudah, proyek apa yang berikutnya? Begitu terus. Kami dibiasakan bekerja. Bicara banyak saat meeting, untuk merencanakan kerja. Melokalisir konflik hanya pada telinga-telinga yang layak dan boleh mendengar. Karena sungguh sebagian besar masalah manusia adalah bermula dari tidak terkendalinya lisan. Lisan yang dibebani dengan prasangka lebih gawat lagi. Tajam mengiris-iris. Bukan mengiris korbannya, tapi mengiris pelakunya. Bukankah berita buruk tapi tidak benar akan kembali pada si pelaku?

Saya PKS, dan suami saya juga. Kami terbiasa dengan hawa ta’awun, atau tolong menolong. Ada yang sakit dan dirawat di rumah sakit, maka bantuan akan mudah mengalir. Ada yang hendak menikah dan tergolong tidak mampu, maka bantuan juga mengalir. Sudah sangat biasa kami dikabari kecamatan A banjir, dan butuh nasi bungkus untuk malam ini juga, sekian bungkus. Nasi-nasi bungkus itu akan muncul dengan jumlah seperti yang diharapkan. Bahkan lebih. Disertai dengan bantuan-bantuan lain. Kayakah semua kadernya? Tentu tidak. Tapi kami terbiasa mendahulukan kesempatan berbuat baik.

Saya PKS, dan suami saya juga. Ada yang terang-terangan mengatakan bahwa saya terlalu loyal pada PKS. Menuruti segalanya tanpa reserve. Saya terlalu taklid. Dia yang mengatakan itu tentu tidak tahu bagaimana dinamika saya di dalamnya. Tidak mengikuti betul bagaimana konflik-konflik terjadi, dan bagaimana mengatasinya. Yang dilihat hanyalah pilihan kami bertahan di dalamnya. Pilihan yang dilakukan dengan rela dan gembira.

Saya PKS, dan suami saya juga. Ada yang mengatakan saya jumud. Stagnan. Penilaian yang tidak saya temukan kebenarannya. Di PKS justru saya bisa berkembang. Saya bisa berbagi dan berdiskusi dengan ibu-ibu pengusaha dan birokrat dalam kajian rutin mingguan. Selain itu, saya juga bisa masuk di kalangan ibu-ibu ekonomi lemah lewat program bantuan usaha. Saya juga mengembangkan diri di sekolah dasar islam terpadu, sebagai guru atau wakil kepala sekolah. Dari PKS lah saya mendapatkan semangat membuat lembaga pendidikan usia dini di rumah dan mengelolanya bersama empat belas guru yang tulus. PKS juga mengajarkan saya untuk melakukan yang terbaik di institusi pendidikan dimana saya ditugaskan sebagai guru bahasa inggris. Semua dilakukan dengan indah.

Saya PKS, dan suami saya juga. Maka ketika tudingan-tudingan miring terjadi, sempat kami tertegun. Bukan menyesali pilihan untuk bertahan di PKS. Tapi heran dan takjub dengan komentar, tulisan yang muncul dari orang-orang yang merasa sangat tahu lika-liku PKS. Setelahnya, kami tak peduli. Ada prioritas lain yang harus kami kejar: proyek kebaikan yang belum selesai. Yang sedang dan akan dikerjakan. Itu jauh lebih penting. Karena kami yakin, yang bisa membuktikan hanyalah kerja.

Maka apapun yang disampaikan itu, adalah nasehat. Tak peduli yang menyampaikan dilandasi dengki, benci, kasih sayang, atau eman-eman. Tidak penting. Kami tetap akan bekerja, melakukan yang kami bisa. Membenahi yang perlu. Menggandeng yang mau bergerak bersama.

Saya PKS, dan suami saya juga. Dan kami bahagia. Anda tertarik?
*sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/03/12/saya-pks-dan-saya-bahagia-541467.html*

Rabu, 28 Desember 2011

Rabu, 28 Desember 2011

Menumbuhkan Kemampuan Menguasai Masyarakat

Penguasaan masyarakat akan sangat tergantung pada tumbuhnya lima jenis kader dakwah sebagai berikut :
Pertama, al khotib al jamahiriy, tumbuhnya para khuthoba yang bersemangat, yaitu mereka yang mampu menyampaikan pesan-pesan Islam dengan jelas dan terang, penuh gairah dan dinamika. Para khotib bersemangat muda yang menyampaikan hikmah (pengetahuan) orang-orang tua yang penuh pengalaman (hikmatus syuyukh fi hamasatus syabab). Bukan semangat orang tua dengan pengetahuan pemuda yang cetek.
Para khutoba ini hendaknya mampu melakukan tahridh (pengerahan massa) dan menumbuhkan tahmis (semangat) berdasarkan iman dan pengetahuan bukan emosi dan kebencian.

Kedua, al faqih asy sya’biy, orang-orang faqih di tengah masyarakat, yaitu para ulama yang takut pada Allah dan hidup di tengah-tengah masyarakat, memberikan bimbingan dan fatwa-fatwa yang lurus dan benar tentang masalah yang dihadapi masyarakat. Menjadi pendidik dan tempat bertanya yang tidak menimbulkan keraguan dan perpecahan. Selalu menghidupkan toleransi antar mazhab (fiqh) yang menjadi titik temu yang mempersatukan ummat. Dari itu ia senantiasa dicintai, didukung dan dibela oleh masyarakatnya. Khotib jamahiriy menjadi pendorong masyarakat ke jalan Alloh sedang faqih sya’biy membimbing masyarakat dalam jalan Alloh. Dia bukan faqih jetset yang memberi fatwa berdasarkan order, tetapi benar-benar menyuarakan pimpinan Allah dan RasulNya.

Ketiga, al-Amal atau at ta’awuni al khoiriy, aktifitas kejama’ahan sosial. Tujuan utama dari aktifitas ini adalah memfungsikan masjid-masjid sesuai dengan bimbingan Rasululloh. Untuk itu harus dibuat kerjasama sosial dengan berbagai lapisan masyarakat untuk mendekatkan ummat pada masjid. Sasaran program ini adalah ta’zizud da’iyah, memperkuat para da’i sebagai pelopor di berbagai bidang. Para da’i kita hendaknya disokong sepenuhnya agar mampu menyantuni massa umat sehingga ia memiliki gengsi dan prestise yang tinggi yang membuat umat ikut pada arahannya. Biasanya masyarakat kita sangat patuh bila dakwah dimulai dengan santunan yang memperhatikan kebutuhan mereka.

Keempat, masyru’ al iqtishodis sya’biy, menumbuhkan ekonomi masyarakat kecil. Harakah dakwah harus turut meningkatkan taraf ekonomi umat Islam yang pada umumnya masih sangat lemah. Usaha-usaha ekonomi hendaknya usaha yang ringan, mudah dijangkau dan memasyarakat. Berbagai klub, perhimpunan atau organisasi ekonomi kecil perlu ditumbuhkan dan dibimbing oleh para da’i yang sekaligus menjadi pembimbing rohani mereka. Sasaran program ini adalah agar masyarakat pendukung da’wah dapat iktifa’ dzati (berdikari) di satu sisi dan di sisi lain bisa mengendalikan laju ekonomi secara keseluruhan.

Kelima, al i’lam as sya’biy, penerangan yang memasyarakat. Potensi i’lam hendaknya tumbuh dari orang-orang yang memahami aqidah, fikrah dan manhaj serta mundhobith (disiplin) kebijaksanaan jama’ah, agar pembentukan ro’yul ‘aam (opini umum) sesuai dengan rancangan da’wah. Sebab bidang ini merupakan titik rawan amni suatu gerakan da’wah. Pers yang ditumbuhkan dari dalam adalah pers yang murah dan mudah dibaca oleh masyarakat. Bukan penampilan elite yang membuat umat enggan membacanya atau menyedot potensi harakah dalam mengerjakannya. Yang penting bukan nama besar tetapi kemampuan menyebar dan meluas dengan cepat dalam berbagai bentuknya yang ringan; buletin, brosur, maklumat, majalah, koran dan aneka bentuk lainnya yang murah dan terjangkau, menyebar dari berbagai sumber dan dikerjakan cukup oleh setiap rumah tangga.
Selain itu perlu juga menyokong pers umat Islam yang telah ada agar memiliki ruh dan fikroh Islami. Para pakar jama’ah dakwah hendaknya menyumbangkan tulisan-tulisan bermutu pada pers yang dimiliki umat Islam. Bila perlu kita mampu menumbuhkan pers kaum muslimin menjadi pers harakah. Yaitu pers yang dikendalikan oleh personil harakah kita.
Dalam i’lam sya’bi perlu pula dimunculkan pendidikan Islam melalui radio-radio, televisi dan sebagainya. Tentu melalui thoriqoh yang mungkin bisa ditempuh dengan tidak meninggalkan unsur-unsur syar’i dalam penyajiannya.

*Sumber :  http://al-intima.com 

Selasa, 20 Desember 2011

Selasa, 20 Desember 2011

Beruntunglah Kita Tarbiyah (1)

Beruntunglah Kita Tarbiyah (1) - Satu pagi di pekan ini. Seorang ikhwah terlihat sedang berjalan menyusuri trotoar yang berjarak lebih 10 kilo meter dari rumahnya. Tas ransel menempel di punggungnya, membentuk kesan beberapa tahun lebih muda. Ketika ditanya mengapa, ia menjawab: “Sebentar lagi mukhayam, ana perlu menyiapkan diri. Lagi pula, ana merasa selama ini kurang riyadhah

Bagaimana dengan riyadhah atau olah raga pekanan, bukankah harusnya rutin berjalan? “Itulah kelemahan ana. Selama ini hanya riyadhah ala kadarnya. Beberapa pekan yang lalu ana jatuh sakit, diantara penyebabnya terlalu banyak duduk dan kurang olah raga.”

“Untunglah tarbiyah 'memaksa' kita untuk hidup seimbang. Termasuk menjadikan mukhayam sebagai salam satu wasilahnya. Itu sangat mengingatkan dan membantu ana. Entahlah apa jadinya kalau ana tidak ikut tarbiyah. Beberapa teman ana sudah kena stroke, kebanyakan adalah mereka yang jarang olahraga.”

Subhaanallah... ternyata aktif dalam tarbiyah bukan saja membuat kita dekat dengan Allah SWT dan memahami Islam lebih syamil. Benar juga, seringkali dengan sistem yang baik, kita “dipaksa” menjadi baik. Demikian pula tarbiyah. Ia “memaksa” kita untuk menjalani hidup dengan seimbang. Setidaknya tiga aspek besar kehidupan menjadi perhatian: ruhiyah, fikriyah, jasadiyah.

Riyadhah, mukhayam, dan sejenisnya “memaksa” kita untuk memenuhi hak fisik kita. “Atas fisik kalian ada hak yang harus ditunaikan,” demikian Rasulullah SAW mengingatkan kita dalam sebuah hadits.

Dengan fisik yang sehat, bugar dan kuat, banyak kewajiban yang bisa kita tunaikan lebih mudah. Bukankah terlalu banyak ibadah di dalam Islam yang membutuhkan fisik yang sehat? Dalam lima rukun Islam saja, tiga diantaranya membutuhkan fisik yang sehat; shalat, puasa, lebih-lebih haji. Jika dipikir lebih jauh, zakat sebenarnya juga membutuhkan fisik yang sehat, secara tak langsung. Dengan fisik yang sehat seseorang bisa berpenghasilan, dari penghasilan seseorang memiliki harta yang jika mencapai nishab dan haul, barulah ia berkewajiban zakat. Ternyata zakat juga berhubungan dengan fisik yang sehat.

Ibadah ghairu maghdah juga begitu. Hampir selalu membutuhkan fisik yang sehat. Bekerja untuk memberi nafkah keluarga, berdakwah, berharakah, semuanya membutuhkan fisik yang sehat. Bahkan fisik yang bugar dan kuat. Sungguh luar biasa sabda Nabi : “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.”

Kita mungkin pernah bertanya saat membaca Risalah Ta'alim, mengapa Hasan Al-Banna mendahulukan qawiyyul jism daripada aspek lain termasuk matinul khuluq dan salimul aqidah? Cerita ikhwah di atas barangkali memudahkan kita untuk menjawabnya. Hasan Al-Banna menekankan pentingnya tarbiyah jasadiyah agar diperhatikan aktifis dakwah yang umumnya secara aqidah dan akhlak sudah tidak ada masalah. Wallaahu a'lam bish shawab. [Muchlisin]

*Sumber : www.bersamadakwah.com

Senin, 15 Agustus 2011

Senin, 15 Agustus 2011

Mensos Dampingi Anak Yatim Belanja Bareng


Mall atau pusat perbelanjaan gemerlap lainnya selama ini seperti “asing” dimata anak yatim. Maklum, kondisi ekonomi terbatas membuat mereka harus menahan keinginan berbelanja disana. Tapi bersama Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU, hasrat itu bukan mimpi lagi.

Menteri Sosial DR Salim Segaf Al Jufri MA bersama Fadli (Vokalis PADI) dan Yana Julio akan menyertai sejumlah anak yatim dan dhuafa belanja kebutuhan lebaran, Minggu (14/8/2011) di Jakarta. Acara yang digagas oleh lembaga kemanusiaan nasional PKPU bekerjasama dengan Lintasarta Indonesia, Telkom Indonesia, Carrefour Indonesia dan sejumlah lembaga dan perusahaan lainnya menghadirkan 400 anak yatim.

Acara bertajuk “Belanja Bareng Yatim” ini akan dilaksanakan di Gerai Carrefour Cempaka Putih, Jl Jend A Yani No. 83, Jakarta Pusat mulai pukul 10.00-16.00 WIB. Selain Mensos, Fadli, Yana Julio, Meyda ‘Husna’ Safira (Carrefour Lebak Bulus) dan Cheche Kirani (Carrefour Bintaro), turut hadir dalam acara tersebut Chairul Tanjung, Presiden Komisaris PT Carrefour Indonesia, DRHidayat Nurwahid MA, Penasehat PKPU, Mr Frits Seegers, CEO Para Group, Wishnutama, Presiden Direktur Trans TV, Atiek Nur Wahyun, Direktur Trans 7, Kuswanto, Chief of Property Officer PT Carrefour Indonesia, Adji Srihandoyo, Direktur Corporate Affairs PT Carrefour Indonesia.

Selain itu, hadir pula Samsriyono Nugroho selaku President Director PT Aplikanusa Lintasarta, Senior General Manager CDC Telkom, R. Gatot Rustamadji, Direktur Utama PKPU Agung Notowiguno, Aep Sunarya, Manager CDC Area Jabotabek dan Banten, Deputi Dirut PKPU Sri Adi Bramasetia, Direktur Penghimpunan PKPU Wildhan Dewayana, dengan MC Dinna Sabriani.

Pada kesempatan tersebut pihak donatur akan memberikan voucher belanja kepada 400 anak yatim dan dhuafa, yang penyerahannya kepada anak yatim dilakukan oleh Mensos didampingi oleh Dirjen Pelayanan Rehabilitasi Sosial Ma'mur Sanusi PhD dan Dirut PKPU secara simbolis. 

Ketua Pelaksana Program Belanja Bareng Yatim PKPU, Jumadi Kurniawan mengatakan, program BBY adalah program penyaluran santunan langsung PKPU berjalan sejak tiga tahun lalu. Program ini didanai oleh dana dari para donatar PKPU baik yang berasal dari individu ataupun perusahaan. “Di pusat sendiri akan diikuti sebanyak 1600 anak yatim di delapan titik. Untuk itu PKPU bekerja sama dengan 40 yayasan,” ungkap Jumadi.

Jumadi menjelaskan, melalui program ini setiap anak yatim dan dhuafa dipersilakan memilih barang belanjaan yang disukai dan dibutuhkan. Sementara itu, untuk memudahkan anak-anak yatim bertransaksi di kasir, pihak Carrefour rencananya membuka sebanyak 6 kasir khusus bagi mereka.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PKPU Agung Notowiguno mengatakan, merupakan kebahagiaan tersendiri dapat berbagi dan membahagiakan anak yatim dan dhuafa saat lebaran nanti. “Dengan cara ini kita berharap mereka dapat merasakan kebahagiaan sebagaimana dirasakan anak-anak lainnya yang masih memiliki orang tua dan berkecukupan,” kata Agung.

Agung mengajak berbagai pihak untuk memperhatikan nasib anak yatim dan dhuafa. Apalagi dalam momen-momen menjelang Idul Fitri seperti ini. “Jangan biarkan ada anak yatim dan dhuafa kelaparan karena tidak memiliki makanan,” kata Agung Notowiguno.

Agung juga mengatakan kegiatan Belanja Bareng Yatim tersebut merupakan kegiatan secara nasional PKPU dan serentak dilaksanakan di kota besar di Indonesia. “Direncanakan akan memecahkan rekor MURI dan diikuti sebanyak 3.333 anak yatim seluruh Indonesia dan diliput melalui live streaming di PKPU.Tv (http://pkpu.tv/bby/),” ungkap Agung Notowiguno.

Untuk itu, Agung mengajak umat Islam untuk terus meningkatkan kesadaran dengan membayarkan zakat. “Sebaiknya disalurkan melalui lembaga amil zakat daripada langsung sehingga lebih efektif dan tepat sasaran,” pungkas Agung.

Di lokasi berbeda, President Director PT Aplikanusa Lintasarta Samsriyono Nugroho menyampaikan, “Lintasarta sangat mendukung kegiatan positif yang dilaksanakan oleh PKPU. Dengan membantu 500 anak yang tersebar di kantor perwakilan Lintasarta antara lain Medan, Bandung, Surabaya dan tentunya di Jakarta, kami berharap anak-anak bisa dengan ceria dan bahagia dalam menjalankan kegiatan ini. Program Berbagi Ceria Bersama Anak Yatim dan Dhuafa ini, kami harapkan memberikan dampak yang positif buat mereka, sehingga mereka dapat memilih barang belanjaan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.”

“Kami berharap program ini dapat memberikan pelajaran berharga bagi para anak yatim dan kami berharap kerjasama dengan PKPU bisa dikembangkan ke sektor lain. Carrefour yang selama ini menyediakan pasar bagi produk hasil UKM di Indonesia, mempunyai harapan bahwa UKM binaan PKPU dapat berkembang bersama kami,” ujar Hendrik Adrianto, Head of External Communication and Corporate Social Responsibility PT Carrefour Indonesia.

Lokasi Pelaksanaan di 24 Titik bersamaan se-Indonesia: 

1. Jakarta Pusat à Carrefour Cempaka Putih
2. Jakarta Selatan 1 à Carrefour MT Haryono
3. Jakarta Selatan 2 à Carrefour Lebak Bulus
4. Jakarta Selatan 3 à Carrefour Blok M Square
5. Bekasi à Giant Hyper Mall Bekasi
6. Depok à Carrefour ITC Depok
7. Tangerang à Carrefour Bintaro
8. Tangerang Selatan à Carrefour Ciputat
9. Yogyakarta à Carrefour Maguwoharjo
10. Padang à Ramayana Plaza Andalas Jl Pemuda
11. Bandung à Paris Van Java Mall
12. Aceh à Pante Perak Pasaraya
13. Surabaya à Carrefour Dukuh Kupang No. 126 Surabaya 60225
14. Medan à Carrefour Plaza Medan Fair Jl Gatot Subroto 
15. Semarang à Carrefour Srondol Semarang
16. Kudus à Ramayana Simpang Tujuh
17. Tegal à Pasific Mall
18. Purwokerto à Moro Grosir dan Ritel Purwokerto
19. Boyolali à Luwes Swalayan
20. Karanganyar à Hipermareket Jl Ahmad Sni 308 Surakarta
21. Bengkulu à Hypermart Bengkulu Indah Mall
22. Makassar à Carrefour Panakukang
23. Balikpapan à Hypermart Balikpapan
24. Bukittinggi àRamayana Plaza Bukittinggi

*sumber : islamedia.web.id

Selasa, 09 Agustus 2011

Selasa, 09 Agustus 2011

Tiga “Bid’ah” Umar bin Al-Khaththab

Pada suatu malam, Khalifah Umar bin Al-Khaththab – radhiyallahu ‘anhu – keluar dari rumahnya menuju Masjid Nabawi. Beliau mendapati berbagai macam orang yang melakukan qiyam Ramadhan :

- Ada yang melakukan qiyam sendirian,

- Ada yang melakukannya berduaan,

- Ada yang melakukannya dalam kelompok yang lebih besar dari itu.

Melihat keadaan yang demikian, maka amirul mukminin Umar – radhiyallahu ‘anhu – lalu menginstruksikan tiga hal:

1. Agar semua yang melakukan qiyam dalam banyak jamaah itu disatukan dalam satu jamaah dengan satu imam, dan ditunjuklah Ubay bin Ka’ab – radhiyallahu ‘anhu – sebagai imam, sebab beliau lah yang telah mendapatkan licence dari Rasulullah SAW sebagai Aqraukum, umat nabi yang paling bagus Qur’annya.

2. Memajukan waktu pelaksanaannya menjadi setelah shalat Isya’, di mana biasanya, dilakukan setelah tengah malam atau pada sepertiga malam yang terakhir.

3. Memperpendek tempo waktu pada setiap rakaatnya, di mana pada sebelumnya, tempo waktu rakaat sangat lama, atau istilahnya: “jangan tanyakan lama dan bagusnya”, karena memang luamma dan buagus.

Sebagai kompensasi atas “pemendekan” tempo waktu rakaat , maka jumlah rakaat-nya diperbanyak.

Terkait dengan 3 hal ini, amirul mukminin Umar bin Khaththab – radhiyallahu ‘anhu – berkata: “ni’mal bid’atu hadzihi” sebaik-baik bid’ah adalah hal ini.


*sember : dakwatuna.com

Minggu, 31 Juli 2011

Minggu, 31 Juli 2011

Kumpulan Kultum Ramadhan Ustadz Hatta Syamsudin

Ramadhan 1432 telah tiba, berikut kumpulan E book kumpulan ceramah dan kultum ramadhan yang singkat dan praktis, yang disusun oleh Ustadz Hatta Syamsudin.

Selamat menjalankan Ibadah Ramadhan, semoga Ramadhan tahun ini akan menjadi Ramadhan terbaik dari tahun-tahun sebelumnya.
 
Untuk download silahkan klik link berikut :


*sumber : islamedia.web.id

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates