Pemberitaan di media masa lokal Banten hari ini menyoroti soal kinerja parpol-parpol. Radar Banten, dalam pemberitaan tanggal 19 Juli 2011, menyoroti bahwa semakin besar sebuah koalisi, semakin sulit manajemen kinerjanya. Bahkan, ada kemungkinan koalisi besar akan memiliki kinerja yang lemah.
“Koalisi parpol tidak efektif karena garis koordinasinya tidak jelas. Mereka mengusung calon kepala daerah, tapi dalam praktik tidak bisa menyukseskan karena motivasi parpol hanya uang,” kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow saat dihubungi Radar Banten, Senin (18/7).
Ia beralasan, ketika parpol menawarkan diri atau diajak mengusung bakal calon, akan ada alokasi dana untuk pemenangan. Dana yang diberikan bakal calon, lanjutnya, tidak digunakan seluruhnya untuk pemenangan, hanya sebagian untuk memperlihatkan ada kegiatan dalam menyukseskan calon. “Pengalamannya begitu. Semakin banyak parpol, semakin tidak efektif tim suksesnya,” tandasnya.
Di hadapan pemilih, lanjut dia, eksistensi parpol kalah dengan figur bakal calon gubernur dan wakil gubernur. Artinya, kata dia, pemilih lebih melihat figur bakal calon dalam menentukan sikap, ketimbang alasan parpol.
“Figur lebih menonjol menentukan suara pemilih. Parpol hanya sebagai persyaratan legal-formal adanya pasangan calon yang diusulkan ke KPU,” ujarnya.
Hal senada dikatakan akademisi Untirta Abdul Hamid. Menurutnya, belajar dari Pilgub 2006 serta pilkada kabupaten/kota di Banten, mesin politik parpol cenderung tidak efektif dalam pemenangan bakal calon. “Sikap memborong dukungan parpol bagi kandidat gubernur dan wakil gubernur, cenderung hanya menjadi tiket untuk masuk kompetisi. Ketika kompetisi berjalan, yang bergerak adalah jejaring di luar parpol. Misalnya jaringan keluarga atau ormas,” ujarnya.
Ia menilai, hanya PKS yang siap menjadi parpol yang solid menjadi tim pemenangan Jazuli Juwaini–Makmun Muzaki.
“PKS ini militan. Hierarki perintah dari atas A, maka di bawah juga A,” ujar Hamid. Meski demikian, lanjutnya, kesolidan PKS tidak akan dibarengi PPP, PKNU, dan PBR yang sama-sama mengusung Jazuli–Makmun. “Inilah tantangan PKS. Mayoritas parpol memang tidak efektif menjadi tim pemenangan calon,” ujarnya.
Sejauh ini memang mengemuka pandangan berbagai akademisi dan pengamat soal efektifitas kerja parpol. Masyarakat saat ini sudah cenderung tidak lagi tergantung pada pilihan parpol, tapi lebih kepada figur.
Hal ini bisa dilihat pada Pilkada yang diselenggarakan di beberapa daerah sebelumnya, dimana pemenangnya adalah figur-figur yang tidak didukung oleh banyak parpol. lemenangan mereka sangat mengejutkan berbagai pihak. Sebagai contoh adalah Pilkada Jawa Barat, dan beberapa Pilkada lainnya. Pemenangnya adalah figur yang kuat, bukan didukung oleh koalisi besar.
*sumber : islammedia.com*
*sumber : islammedia.com*
0 komentar:
Posting Komentar